MANDI
Disusun
Oleh:
Kelompok
XI
1.
Dwi Astuti (1801031005)
2.
Risma Fatmawati (1801030021)
3.
Siti Nurjannah (1801032013)
4.
Rantika Melia
Sary (1801030016)
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PENDIDIKAN
ISLAM ANAK USIA DINI
KELAS
A SEMESTER I
INSTITUT
AGAMA ISALAM NEGERI METRO
TAHUN
AKADEMIK 2018M/1440H
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pembahasan mengenai mandi tidak
dipisahkan dengan pembahasan wudhu, keduanya berada dalam lingkupan yang sama,
yaitu bersuci (thaharah). Mandi yang dimaksud bukan mandi sebagaiman yang kita
lakukan setiap hari, pagi dan sore, tetapi mandi yang dituntun oleh aturan
syari’at Islam. Oleh karena itu, biasanya dikenal dengan “mandi besar”. Mandi
besar ini dilakukan dengan mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh
Allah dan Rasul-Nya atau lebih dikenal dengan rukun mandi besar. Banyak di
kalangan masyarakat sekarang yang kurang menegtahui tentang tata cara mandi
besar untuk menghilangkan hadats besar. Mereka kurang mempedulikan rukun-rukun
yang ada.
Mandi besar merupakan cara bersuci
dari hadats agar dapat melakukan suatu ibadah lagi, seperti shalat, puasa, dan
amalan ibadah yang lain dengan demikian, di sini akan disampaikan apa definisi
dari mandi serta dasar hukumnya, rukun-rukun yang terkandung dalam mandi besar
dan hal-hal yang mewajibkan untuk mandi besar.
Semoga dalam
penyampaian materi tentang mandi besar ini memberikan manfaat pada kita agar
berhati-hati dalam urusan hadats, serta membiasakan hidup bersih. Di sisi lain
kita juga dituntut untuk mengerti dan mampu mempraktekkannya.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian
Dan Dasar Hukum Mandi
2. Syarat-syarat
Mandi
3. Sebab-sebab
Mandi
4. Tatacara
Mandi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Mandi dan Dasar Hukum Mandi
Menurut bahasa, mandi
berarti : mengalirkan air pada apa saja. Sedang menurut Syara’, artinya:
mengalirkan air pada tubuh dengan niat tertentu. Mandi telah disyariatkan
agama, baik untuk kebersihan maupun menghilngkan hadast, sebagai syarat suatu
ibadah ataupun tidak. Mengenai disyariatkan mandi, hal itu ditunjukkan oleh
Al-kitab (Al-quran), As-Sunnah dan ijma’.[1]
Mandi disyariatkan
berdasarkan Firman Allah :[2]
….. 4 bÎ)ur öNçGZä. $Y6ãZã_ (#rã£g©Û$$sù 4 ….
Artinya :
“…. dan jika
kamu junub Maka mandilah….” (al-Maidah : 6)
Dan firman Allah SWT :
وَيَسَۡٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡمَحِيضِۖ
قُلۡ هُوَ أَذٗى فَٱعۡتَزِلُواْ ٱلنِّسَآءَ فِي ٱلۡمَحِيضِ وَلَا تَقۡرَبُوهُنَّ
حَتَّىٰ يَطۡهُرۡنَۖ فَإِذَا تَطَهَّرۡنَ فَأۡتُوهُنَّ مِنۡ حَيۡثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُۚ
إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِينَ ٢٢٢
Artinya :
“Mereka bertanya kepadamu
tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh
sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah
Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri. (al-Baqarah : 222)
B. Syarat-syarat Mandi
Syarat-syarat sahnya mandi -
setelah kita mengetahui hal-hal yang mewajibkan mandi yang telah
dibahas sebelumnya. Selanjutnya yang harus kita ketahui adalah syarat-syarat
sahnya mandi, meski penting tapi jarang orang yang memperhatikan. Maka disini
akan kita bahas secara tuntas dan gamblang tapi menurut kemampuan terbatas
kami. Syarat sahnya mandi seperti halnya wudhu dan tayamum maka dari itu sangat
penting untuk diketahui ilmunya. Langsung saja kita jabarkan apa saja yang
termasuk didalamnya.
Dan berikut
ini adalah Syarat-Syarat Sahnya Mandi :
1.
Islam.
2.
Tamyiz
Yaitu sekira seorang anak sudah bisa makan, minum dan
istinja' (cebok) sendiri.
3.
Tidak ada penghalang sampainya
(mengalirnya) air pada anggota yang dibasuh.
Yang dimaksud penghalang adalah benda-benda yang bisa
mencegah sampainya air pada kulit, seperti cat kuku, tinta, lipstik, bedak, dan
berbagai alat komestik lainnya yang terlalu tebal, sekira bila dikerok
benda-benda tadi dapat terbawa atau terlepas (rontok). Jika pada anggota tubuh
terdapat hal-hal seperti diatas, maka wajib dihilangkan. Termasuk penghalang
yang harus dihilangkan adalah kotoran mata (Jawa: Belok/lodok), kotoran kuku,
dan lain-lain. Kecuali bagi orang yang sangat kesulitan menghilangkan kotoran
tersebut.
4.
Tidak ada sesuatu yang dapat merubah
air.
Artinya anggota tubuh atau anggota wudhu yang akan
dibasuh, harus bersih dari segala sesuatu yang dapat merubah sifat air. Semisal
body lotion, bedak, sabun, shampo dan lain -lain. Sehingga jika pada anggota
tubuh atau anggota wudhu terdapat hal-hal seperti diatas, maka basuhannya belum
dianggap mencukupi sebelum dibersihkan terlebih dahulu.
5.
Menghilangkan Najis.
Sebelum
mandi atau wudhu terlebih dahulu wajib menghilangkan najis yang menempel pada
tubuh.
6.
Menggunakan air suci mensucikan.
Air suci mensucikan adalah air yang tidak berubah
salah satu sifatnya (bau, warna dan rasa) dengan perubahan yang mempengaruhi
penamaan air (kemutlakan air). Seperti berubah menjadi air kopi, air
susu, air teh dan lain-lain. Juga belum pernah digunakan untuk bersuci
serta tidak terkena najis. Dari sini dapat disimpulkan bahwa air suci
mensucikan adalah air yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a.
Tidak terkena najis, baik berubah
atau tidak.
Hal ini bila air tersebut kurang dari 2 kulah (174
liter/Cm3). Bila ada 2 kulah atau lebih maka sekalipun terkena najis tetap
dapat digunakan untuk bersuci selagi air tidak berubah.
b.
Tidak tercampur benda suci yang
merubah salah satu sifatnya.
Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang
disebabkan oleh sesuatu yang mukholith (yaitu sesuatu yang sulit untuk
dibedakan dan tidak bisa dipisahkan sendiri dari air) dan tidak lazim ada pada
air serta mampu mempengaruhi nama air. Seperti berubah menjadi air kopi, air
susu, air teh atau yang lainnya. Jika perubahan tersebut disebabkan oleh
sesuatu yang mujawir (yaitu sesuatu yang mudah untuk dibedakan dan bisa
dipisahkan sendiri dari air seperti kayu) atau sesuatu yang selalu ada pada air
seperti lumut, maka prubahan tersebut tidak berpengaruh pada air. Namun bila
ada sesuatu yang terlepas (rontok) dari sesuatu yang mujawir yang sulit untuk
dibedakan atau dipisahkan dari air, maka hukumnya sama dengan sesuatu yang
mukholith.
c.
Tidak musta'mal
Yaitu air kurang dari 2 kulah yang telah digunakan untuk menghilangkan
hadats atau najis. Air bisa dihukumi musta'mal bila memenuhi syarat sebagai
berikut:
- Airnya
kurang 2 kulah.
- Digunakan
pada kefardhuan thoharoh (basuhan yang wajib).
- Sudah
terpisah dari anggota badan.
- Tidak ada niat untuk mengambil
wudhu.
7. Masuk waktu
sholat bagi orang yang daimul hadats.
Da'imul hadats adalah orang yang hadatsnya terus-menerus keluar. Seperti
orang yang beser, istihadhah dan lain-lain. Maka dari itu tidak sah mandi atau
wudhunya orang yang dai'mul hadats sebelum masuk waktu sholat.
8. Tidak ada
hal-hal yang menafikan.
Artinya ketika sedang menghilangkan hadats, tidak terjadi hal-hal yang
membatalkan thoharoh yang dilakukan. Seperti keluar darah nifas/haid ketika
sedang mandi. Atau buang air kecil, berak ketika sedang wudhu. Jika terjadi
hal-hal diatas ketika sedang wudhu atau mandi, maka tidak sah dan harus
mengulangi dari awal.
9. Mengetahui
tatacara bersuci.
Yaitu harus mengetahui tata cara menghilangkan hadats besar atau kecil. Dan
harus mampu membedakan mana yang rukun dan mana yang sunnah. Hal ini
diperuntukkan bagi setiap orang yang mampu mempelajari tata cara menghilangkan
hadats kecil atau besar secara detail. Sedangkan bagi orang awam (orang yang
tidak mampu mempelajarinya), hanya diharuskan mengetahui tata caranya saja,
walaupun tidak secara detail. Dan yang terpenting adalah tidak menyakini rukun
sebagai sunnah.
C.
Sebab-sebab Mandi
1.
Keluarnya Sperma
Yakni keluarnya sperma
dari penis atau vagina, baik disertai dengan kenikmatan nyata maupun tidak
nyata. Kewajiban ini berdasarkan hadist narasi Abu Sa’id:
عَائِشَةَ أَنَّ امْرَأَةً قَالَتْ لِرَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ تَغْتَسِلُ الْمَرْأَةُ إِذَا
احْتَلَمَتْ وَأَبْصَرَتْ الْمَاءَ فَقَالَ نَعَمْ فَقَالَتْ لَهَا عَائِشَةُ
تَرِبَتْ يَدَاكِ وَأُلَّتْ قَالَتْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعِيهَا وَهَلْ يَكُونُ الشَّبَهُ إِلَّا مِنْ قِبَلِ ذَلِكِ
إِذَا عَلَا مَاؤُهَا مَاءَ الرَّجُلِ أَشْبَهَ الْوَلَدُ أَخْوَالَهُ وَإِذَا
عَلَا مَاءُ الرَّجُلِ مَاءَهَا أَشْبَهَ أَعْمَامَهُ
Artinya :
“Aisyah bahwa seorang
wanita berkata kepada Rasulullah SAW, "Apakah seorang wanita harus mandi
apabila bermimpi dan melihat air mani?" Beliau menjawab, "Ya."
Maka Aisyah berkata kepadanya, "Serius kamu akan bertanya?." Aisyah
berkata, "Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
'Biarkanlah dia (bertanya). Tidaklah kemiripan gen terjadi melainkan dari sisi
tersebut. Apabila air mani wanita tersebut mengalahkan air mani suaminya maka
anaknya mirip dengan garis keturunan ibunya. Dan apabila air mani suaminya
mengalahkan air maninya maka anaknya mirip dengan garis keturunan
bapaknya'." (HR. Muslim)[3]
Berikut dikemukakan
beberapa kasus fiqih yang berkenaan dengan masalah keluarnya sperma :[4]
a.
Jika sperma keluar
tanpa ada syahwat , tetapi karena sakit atau cuaca dingin, maka kondisi ini
tidak mewajibkan mandi besar.
b.
Jika seseorang mimpi
basah namun tidak menemukan bekas seperma pada pakaian atau tubuhnya, maka ia
tidak diwajibkan mandi besar. Dalam hadist, "Ummu Sulaim mengunjungi Nabi
SAW, dia berkata; 'Wahai Rasulullah! Allah tidak malu terhadap kebenaran.
Apakah seorang wanita wajib mandi bila dia bermimpi? ' Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: 'Ya, apabila dia melihat air (mani).'
c.
Apabila seorang bangun
dari tidurnya, lalu ia mendapai cairan dipakaian, tetapi ia tidak ingat bahwa
ia telah mimpi basah, maka ia wajib mandi jika ia yakin bahwa cairan tersebut
adalah sperma yang keluar disebabkan oleh mimpi.
d.
Jika seseorang
merasakan memuncaknya syahwat dan sepermanya akan keluar, lalu ia memegang
kemaluannya dengan kuat hingga sperma tidak kelua, maka ia tidak wajib mandi.[5]
e.
Jika seseorang melihat
sperma pada pakaiannya, tetapi tidak mengetahui kapan keluarnya, padahal ia
sudah shalat, maka ia wajib mengulangi semua shalatnya sejak waktu tidaknya
yang terakhir.
2.
Persetubuhan
Maksundnya, memasukkan
kepala kemluan laki-laki kedalam kemaluan wanita, meskipun tidak disertai
dengan keluarnya sperma, sebagai dasar nya adalah firman Allah SWT :[6]
….. 4 bÎ)ur öNçGZä. $Y6ãZã_ (#rã£g©Û$$sù 4 ….
Artinya :
“…. dan jika
kamu junub Maka mandilah….” (al-Maidah : 6)
Imam syafi’I
berkata,pada hakekatnya, arti junub dalam bahasa arab adalah bertemunya kelamin
laki-laki dengan wanita, meskipun tanpa disertai dengan keluarnya sperma, lebih
lanjut ia mengatakan setiap orang yang mendengar si Fulan dalam keadaan junub
dengan si Fulanah, maka dapat dipahami bahwa mereka telah berbuat hubungan
seks.
Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya hal itu (yakni tidak diwajibkan
mandi karena tidak keluar mani ketika senggama) hanyalah suatu keringanan untuk
orang-orang pada masa permulaan Islam, karena waktu itu pakaian masih
kurang." Kemudian setelah itu beliau memerintahkan untuk mandi. Abu Dawud
berkata; Yakni, air (mandi janabat) itu disebabkan karena keluarnya air (mani).
حَدَّثَنِي يَحْيَى عَنْ مَالِك عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ
الْمُسَيَّبِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ وَعُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ
وَعَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانُوا
يَقُولُونَ إِذَا مَسَّ الْخِتَانُ الْخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ
Artinya :
“ Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari Ibnu Syihab dari
Sa'id bin Musayyab bahwa Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan dan Aisyah istri
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata; "Apabila dua khitan saling
bersentuhan maka wajib mandi."( HR. Bukhari dan Muslim)
3.
Berhentinya haid dan nifas
tRqè=t«ó¡o ur Ç`tã ÇÙÅsyJø9$# ( ö@è% uqèd ]r& (#qä9Í tIôã$$sù uä!$|¡ÏiY9$# Îû ÇÙÅsyJø9$# ( wur £`èdqç/tø)s? 4Ó®Lym tbößgôÜt ( #sÎ*sù tbö£gsÜs? Æèdqè?ù'sù ô`ÏB ß]ø9ym ãNä.ttBr& ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÎ/º§qG9$# =Ïtä ur úïÌÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ
Artinya :
“ Mereka bertanya kepadamu
tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh
sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah
Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri. (Al-Baqarah : 222)
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ هَاشِمٍ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ حَبِيبٍ عَنْ
عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ أَتَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ أَبِي حُبَيْشٍ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنِّي اسْتَحَضْتُ
فَقَالَ دَعِي الصَّلَاةَ أَيَّامَ حَيْضِكِ ثُمَّ اغْتَسِلِي وَتَوَضَّئِي عِنْدَ
كُلِّ صَلَاةٍ وَإِنْ قَطَرَ عَلَى الْحَصِيرِ
Artinya :
“Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hasyim
Telah menceritakan kepada kami Al-A'masy dari Habib dari Urwah dari Aisyah
berkata; Fatimah binti Hubaisy mendatangi Nabi SAW seraya berkata; "Saya
seorang wanita yang mustahadloh (wanita yang mengeluarkan darah lebih dari
batas waktu haidl)." Maka beliau bersabda: "Tinggalkan shalat di
hari-hari haidmu, kemudian mandi dan berwudhulah pada setiap kali shalat,
mekipun darah tersebut masih menetes di atas tikar.” (HR. Bukhari Muslim)[7]
4.
Meninggal dunia
Para ulama sepakat bahwa hukumnya
fardhu kifayah bagi orang yang hidup untuk memandikan mayat muslim yang tidak dilarang
dimandikan misalnya mati syahid dijalan Allah.
Rasulullah SAW bersabda: "Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara
serta dikafani dengan dua kain dalam keadaan kepala dan wajahnya keluar, karena
sesungguhnya ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan mengucapkan
talbiyah." (HR. Bukhari Muslim)[8]
5.
Masuk islam
Jika orang kafir masuk
islam maka ia wajib mandi, berdasarkan hadist :
Dari Tsumamah bin Utsal ia lalu berkata, "Bahwasanya kaum muslimin
menangkap dan menahannya, maka setiap kali Rasulullah lewat di depannya beliau
selalu bertanya: "Apa yang engkau punya wahai Tsumamah?" ia menjawab,
"Jika engkau membunuh maka engkau membunuh yang memiliki darah, jika
engkau memberi maka engkau memberi orang yang bisa bersyukur, dan jika engkau
ingin harta maka engkau akan diberi." Abu Hurairah berkata,
"Rasulullah jika lewat di depan Tsumamah beliau bertanya: "Apa yang
engkau miliki ya Tsumamah?" ia berkata, "Jika engkau memberi maka
engkau memberi orang yang bisa bersyukur, jika engkau membunuh maka engkau
membunuh yang memiliki darah, dan dan jika engkau ingin harta maka engkau akan
diberi." Abu Hurairah berkata, "Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam melihat kebaikannya hingga beliau membebaskannya, dan Allah 'azza
wajalla memberikan hidayah dalam hatinya. Abu Hurairah berkata, "Lalu
mereka membawanya ke sumur orang-orang Anshar dan memandikannya, setelah itu ia
masuk Islam (HR. Bukhari Muslim)[9]
D.
Tata cara Mandi
Mandi dikatakan cukup apabila mencakup hal-hal yang diwajibkan saja dan
mandi dikatakan sempurna apabila mencakup hal-hal yang diwajibkan, disunnahkan
dan mencakup hal-hal yang dianjurkan.[10]
1.
Rukun-rukun mandi
Mandi sebagaimana yang
diinginkan syari’at tidak sempurna kecuali jika memenuhi 2 hal, yaitu :[11]
a.
Berniat
Niat merupakan pembeda antara ibadah dan tradisi, dan ia berkaitan dengan
aktivitas hati.
b. Membasuh seluruh anggota tubuh
….. 4 bÎ)ur öNçGZä. $Y6ãZã_ (#rã£g©Û$$sù 4 ….
Artinya :
“…. dan jika
kamu junub Maka bersucilah….” (al-Maidah : 6)
Yang dimaksud dengan
besuci pada ayat diatas adalah mandi, hal ini berdasarkan pada firman
Allah :
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti
apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan
junub, terkecuali sekedar berlalu saja,
hingga kamu mandi. ….” (An-Nisa: 43)
2.
Sunnah-sunnah Mandi
Bagi orang yang akan
mandi, hendaknya ia mengikuti cara yang dicontohkan oleh Rasulallah SAW pada
saat beliau mandi, diataranya :[12]
a.
Membasuh kedua tangan
sebanyak 3 kali.
b.
Membasuh kemaluan.
c.
Berwudhu dengan
sempurna seperti wudhu untuk shalat.
d.
Menyiramkan air kepada
kepala tiga kali dengan menyela-nyela rambur agar air membasahi hingga ke
pangkal rambut.
e.
Menyiramkan air
keseluruh tubuh dengan mendahuluan bagian kanan.
Hal ini berdasarkan
hadist :
حَدَّثَنَا يَحْيَى
بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ
عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنْ الْجَنَابَةِ يَبْدَأُ
فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ
فَرْجَهُ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ يَأْخُذُ الْمَاءَ
فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ الشَّعْرِ حَتَّى إِذَا رَأَى أَنْ قَدْ
اسْتَبْرَأَ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ
جَسَدِهِ ثُمَّ غَسَلَ
Artinya :
Telah menceritakan
kepada kami Yahya bin Yahya at-Tamimi telah menceritakan kepada kami Abu
Mu'awiyah dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari Aisyah dia berkata,
"Dahulu apabila Rasulullah SAW mandi hadas karena junub, maka beliau
memulainya dengan membasuh kedua tangan. Beliau menuangkan air dengan menuangkan
air dengan tangan kanan ke atas tangan kiri, kemudian membasuh kemaluan dan
berwudhu dengan wudhu untuk shalat. Kemudian beliau menyiram rambut sambil
memasukkan jari ke pangkal rambut sehingga rata. Hingga ketika selesai, beliau
membasuh kepala sebanyak tiga kali, lalu beliau membasuh seluruh tubuh dan
akhirnya membasuh kedua kaki.” (HR. Bukhari Muslim)
Dan pada hadist lain,
Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari Hisyam bin Urwah dari
bapaknya dari Aisyah, Ummul Mukminin; bahwa apabila Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam mandi dari junub, beliau memulai dengan membasuh kedua
tangannya. Berwudlu sebagaimana wudlu untuk shalat. Memasukkan jari-jarinya ke
dalam air dan menyelah-nyelahinya ke pangkal rambut, lalu beliau menuangkan air
di atas kepalanya tiga gayung dengan kedua tangannya, kemudian meratakan air ke
seluruh kulitnya. (HR. Malik)
Telah mengabarkan
kepada kami Qutaibah dari Malik dari Hisyam bin Urwah dari Bapaknya Dari Aisyah
Radliyallahu'anha, apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mandi junub,
maka beliau mulai dengan mencuci kedua tangannya, kemudian berwudlu seperti
untuk shalat, kemudian memasukkan jari-jarinya kedalam air lalu membersihkan
celah-celah pangkal rambutnya dengan jari-jarinya, lantas menyiramkan air ke
kepalanya dengan cidukan tiga kali, kemudian menyiramkan air ke seluruh
tubuhnya. (HR. Nasa’i)[13]
E.
Beberapa perbuatan dalam Mandi
1.
Menggosok tangan ke seluruh jazad
Para ulama berbeda
pendapat apakah menggosokkan tangan keluruh jasad termasuk termasuk syarat
mandi, mayoritas ulama berpendapat bahwa menyiramkan air keseluruh tubuh sudah
cukup, tapi seorang tokoh pengikut syafi’I,manyatakan bahwa penyiraman air
belaka tidak cukup, bahkan jika seseorang mandi tanpa menggosokkan tangannya
keseluruh tubuhmuya, mandinya belum dianggap sempurna. [14]
حَدَّثَنَا يَحْيَى
بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ
عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنْ الْجَنَابَةِ يَبْدَأُ
فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ
فَرْجَهُ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ يَأْخُذُ الْمَاءَ فَيُدْخِلُ
أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ الشَّعْرِ حَتَّى إِذَا رَأَى أَنْ قَدْ اسْتَبْرَأَ
حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ
ثُمَّ غَسَلَ
Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya at-Tamimi telah menceritakan
kepada kami Abu Mu'awiyah dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari Aisyah dia
berkata, "Dahulu apabila Rasulullah SAW mandi hadas karena junub, maka
beliau memulainya dengan membasuh kedua tangan. Beliau menuangkan air dengan
menuangkan air dengan tangan kanan ke atas tangan kiri, kemudian membasuh
kemaluan dan berwudhu dengan wudhu untuk shalat. Kemudian beliau menyiram
rambut sambil memasukkan jari ke pangkal rambut sehingga rata. Hingga ketika
selesai, beliau membasuh kepala sebanyak tiga kali, lalu beliau membasuh
seluruh tubuh dan akhirnya membasuh kedua kaki.” (HR. Bukhari Muslim)
Hadist ini adalah
hadist yang kuat, yang menjelaskan tidak adanya kewajiban menggosok jasad dalam
mandi. Sebab tidak mungkin Rasulallah SAW menjelaskan caramandi yang benar,
padahal beliau sendiri tidak menggosok dan tidak memerintahkan menggosok.[15]
2.
Niat untuk mandi
Pada ulama berselisih
pendapat apakah niat syarat mandi atau tidak, menurut malik, syafi’I, ahmad,
daud, dan para pengikutnya niat termasuk syarat dalam mandi, sedangkan menurut
Tsauri, Abu Hanifahm dan para pengikutnya niat bukan syarat mandi. Dan mandi
sah tanpa niat.[16]
3.
Masalah berkumur dan menghirupkan air ke hidung
Para ulama berbeda
pendapat tentang berkumur dan menghirup air kedalam hidung seperti perbedaan
dalam wudu’.
4.
Segera dan Berturut
Pada ulama berbeda
pendapat apakah segera dan tertib termasuk syarat mandi, sebab perbedaan
berpangkal pada apakah perbuatan rasulallah dianggap wajib atau sunat, sebab
hadist-hadist yang diketahui menjelaskan berwudu’ selalu tertub dan segera
terus menerus.[17]
F.
Tata Mandi Bagi wanita
Pada dasarnya mandi
wanita sama dengan mandi laki-laki. Bedanya wanita tidak diwajibkan melepaskan
jalinan rambutnya jika ingin menyampaikan air kepangkal tumbuh rambut,
berdasarkan hadist :[18]
Telah menceritakan
kepada kami Ibnu Abu Umar berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari
Ayyub bin Musa dari Sa'id Al Maqburi dari Abdullah bin Rafi' dari Ummu Salamah
ia berkata; "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah seorang wanita yang
biasa mengencangkan tali ikatan rambut (kepang), jika aku mandi junub apakah
aku harus melepasnya?" beliau menjawab: " Tidak, tapi cukup engkau
tuangkan di atas kepalamu tiga tuangan air, setelah itu alirkan air ke seluruh
tubuhmu maka engkau akan suci, atau beliau mengatakan: "engkau telah
suci." Abu Isa berkata; "Hadits ini derajatnya hasan shahih. Banyak
ahli ilmu yang mengamalkan hadits ini, mereka mengatakan jika seorang wanita
mandi junub, dan tidak mengurai rambutnya maka hal itu telah cukup setelah
mengalirkan air ke tubuhnya." (HR. Turmizi)[19]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa mandi adalah mengalirkan air ke
seluruh tubuh dengan cara tertentu dan disertai denga niat. Di dalamnya juga terdapat
rukun-rukunnya, diantaranya niat dan meratakan air ke seluruh tubuh. Kita
dituntut untuk mengetahui dan menerapkannya dalam kehidupan. Selain itu kita
juga dapat mempelajari dan mengetahui sunah-sunah mandi maupun hal-hal yang
mengharuskan mandi, diantaranya jinabah, keluar mani, terhentinya haid,
wiladah, orang Kafir masuk Islam, dan memandikan jenazah. Dengan demikian kita
dapat mengambil manfaat dari apa yang kita yang pelajari agar menambah
keyakinan kita dalam beribadah dan senantiasa membiasakan hidup bersih, baik
jasmani maupun rohani.
Dengan adanya pemahaman serta kesadaran dalam diri, kita juga harus
memberikan pemahaman kepada yang lain untuk mengajak membiasakan hidup bersih,
agar umat Islam selalu dalam ketentrraman, itu semua akan terwujud dan
terlaksana apabila semua khalayak ikut serta dalam menciptakan hidup bersih dan
indah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz
Muhammad Azzam, Fiqih Ibadah,Jakarta: Amzah, 2013.
Abu Bakar
Jabir A;-Jazai’ri, Pedoman Hidup Muslim, trj, Jakarta: Kencana, 1964.
Achmad
sunarto, fiqih islam lengkap, Bandung : Husaini, 1995.
Ibnu Rusyd, Bidayatu
Mujtahid, Jakarta : Amani, 2002.
[1]
Achmad sunarto, fiqih islam lengkap, (bandung : husaini, 1995),
hlm.47-48
[2] Sayid
Sabiq, Fikih Sunnah, (Jakarta :Cakrawala, 2011)., hlm. 111.
[3]
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Ibadah,(Jakarta: Amzah, 2013)., hlm.
80.
[4]
Ibid., hlm. 80-81.
[5] Sayid
Sabiq, Op. Cit.,hlm. 114.
[6]
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Op. Cit.., hlm. 81.
[7]
Sayid Sabiq, Op. Cit.,hlm. 115-116.
[8]
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Op. Cit.., hlm. 84.
[9]
Ibid., hlm. 84.
[10]
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Op. Cit.., hlm. 93.
[11]
Sayid Sabiq, Op. Cit.,hlm. 116.
[12]
Ibid., hlm. 127-128.
[13]
Ibid., hlm. 128.
[14] Ibnu
Rusyd, Bidayatu Mujtahid, (Jakarta : Amani, 2002)., hlm. 83.
[15]
Ibid., hlm. 83-84.
[16]
Ibid.,hlm. 84.
[17] Ibid.,
hlm.86.
[18]
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Op. Cit.., hlm. 95.
[19]Ibid.,
hlm. 96.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar